TALIWANG-Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mensosialisasikan petunjuk pelaksana bantuan stimulan perbaikan rumah korban gempa di KSB.
Sosialisasi digelar di Posko Komando Tanggap Bencana Gempa Bumi KSB di depan Kantor BPBD KSB, Jum’at pagi 921/09/2018). Sosialisasi disampaikan Plt. Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Yolak Dalimunthe, S.E dan jajaran kepada Kepala OPD, Camat se-KSB, Kepala Desa dan Lurah se-KSB. Hadir juga dalam kegiatan ini auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. Sekda KSB H. Abdul Azis, M.H, Wakil Bupati Fud Syaifuddin, S.T. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Bupati Sumbawa Barat, Dr. Ir. H. W Musyafirin, M.M.
Bupati mengatakan, Juklak dari BNPB dibahas untuk menyamakan persepsi dan tindakan. Ada tiga segi yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan bantuan stimulan korban gempa bumi. Pertama segi transparansi, bantuan ini harus digunakan dengan transparan. Segi kedua adalah segi sosial, yakni tidak boleh ada pemanfaatan dalam mata rantai penggunaan dana agar tidak timbul gejolak sosial. Mata rantai dimulai dari uang berada di rekening BPBD, rekening pemilik rumah, pembahasan pengelolaan antara pemilik rumah dan tim pendamping/Pokmas. Pastikan harga bahan bangunan tidak dinaikkan seenaknya. Kemudian menggunakan bahan lokal termasuk bisa menggunakan bahan bangunan bekas bangunan yang lama. Ketiga yang diperhatikan adalah mengedepankan asas akuntabilitas/dapat dipertanggungjawabkan.
J
‘’Kita sudah punya perangkat Perda PDPGR yang mungkin daerah lain belum punya. Dengan itu KSB sudah pengalaman membangun rumah juga. Pokmas tidak perlu karena di KSB sudah ada agen PDPGR dibantu Babinsa, Bhabinkamtibmas ditambah pengawas dari ASN yang dikoordinir Inspektorat KSB, mereka yang akan membahas bersama pemilik rumah apa yang akan dibelanjakan sesuai kebutuhan termasuk akan menyusun pertanggungjawaban penggunaan dana,” jelas Bupati.
Ikuti dengan aktif sosialisasi ini dan dari sosialisasi ini, Pemerintah KSB akan membuat Juklak Juknis yang ditetapkan dengan SK Bupati. Diharapkan dengan perangkat tersebut pembangunan rumah warga korban gempa bisa selesai tahun ini.
Plt. Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Yolak Dalimunthe, S.E mengatakan, dana stimulan merupakan dana siap pakai APBN yang harus digunakan transparan dan dipertanggungjawabkan. Pemerintah tidak mengganti rumah rusak akibat bencana tetapi memberikan dana stimulan untuk perbaikan rumah korban. Konstruksi bisa disesuaikan dengan tradisi masyarakat, namun harus tahan gempa. Yang penting arahan Pak Presiden cepat dilaksanakan. BNPB bekerja dari pengalaman dan tidak bisa secara teori. Bukan tidak mungkin pengalaman di KSB bisa diterapkan secara nasional, yakni adanya Agen Gotong Royong dibantu Bhabinkamtibmas dan Babinsa.
Untuk diketahui, bantuan stimulan diberikan untuk korban gempa yang rumahnya rusak berat, sedang dan ringan berdasarkan hasil pendataan dan verifikasi oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kriterianya, memastikan pembangunan atau perbaikan secara sah harus di rumah korban. Kepala keluarga yang mempunyai rumah lebih dari satu yang rusak akibat gempa maka bantuan diberikan hanya untuk satu rumah. Bantuan yang diberikan harus dibelanjakan untuk kebutuhan perbaikan rumah. Untuk rusak berat pencairan bertahap yakni 50 persen dari Rp. 50 juta. Sementara rusak sedang senilai Rp. 25 juta dan ringan Rp. 10 juta bisa 100 persen.
Adapun konstruksi yang dapat dipilih adalah konstruksi rumah tahan gempa rumah instan sehat sederhana (Risha). Rumah konvensional (Riko), rumah kayu (Rika) dan rumah semula dengan mempertahankan struktur tinggal perbaikan pada asesoris. Untuk rumah rusak berat dengan dana stimulan Rp. 50 juta untuk tahan gempa itu cukup, jangan. Berfikir ada sisa. Jika pun Pemerintah KSB akan membuat turunan juklak, juknis, maka tidak boleh jauh dari Juklak BNPB dan harus diingat pekerjaan ini melibatkan BPKP, sehingga transparansi dan akuntabilitas harus dipastikan.
Perwakilan BPKP NTB menyarankan, Juklak-Juknis Pemda nanti tetap dalam koordinasi BNPB. Data kerusakan rumah harus benar-benar di verfikasi dan divalidasi agar tidak ada data dobel. Sebab pengalaman di derah lain ada data dobel, yakni rumahnya satu rusak namun di data ada dua nama bahkan dengan NIK yang sama. Bahan bangunan bekas boleh dipakai, tetapi tidak dimasukkan ke RAB. Sehingga anggaran tetap dibelanjakan untuk barang lain.(Bagian Humas & Protokol)